MELONGOK
GORESAN TINTA J.F.X. HOERY
Disusun Memenuhi
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah
Pengkajian Puisi Jawa Modern
Dosen pengampu :
Yusro Edy Nugroho
Oleh:
Ratna Titis
Prayogi
2601409079
Rombel : 2
JURUSAN BAHASA
JAWA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Pengantar
Semenjak
zaman dahulu kita telah mengenal puisi. Dalam budaya Jawa dikenal ada 2 jenis
puisi, yaitu puisi Jawa tradisional dan puisi Jawa modern. Puisi Jawa
tradisional sudah ada semenjak budaya hindu budha masuk ke tanah Jawa. Contoh
puisi Jawa tradisional antaralain Kidung, puisi, serat, tasyawuf dll. Sementara
itu puisi Jawa modern lebih kita kenal dengan nama Geguritan.
Sebelum
membicarakan puisi lebih lanjut, ada beberapa definisi puisi dari beberapa
ahli. Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Seorang penyair akan memilih kata-kata yang tepat dan menyusun
sebaik-baiknya, sehingga antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi dengan memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun sedemikian rupa sehingga yang menonjol adalah
rangkaian bunyi yang merdu seperti musik dengan mempergunakan orkestra bunyi.
Wordsworth
mempunyai gagasan puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur. Seorang penyair
akan menuangkan apa yang dia rasakan dan ia bayangkan dalam sebuah puisi.
Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan
kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik dan bahasanya penuh
perasaan, serta berirama seperti musik. Sehingga puisi yang dihasilkan tidak
hanya indah dari maknanya tetapi juga dari pemilihan dan struktur kata yang
digunakan.
Shelley
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa- peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari
pendapat para ahli dapat kita simpulkan bahwa puisi adalah rangkaian kata-kata
indah yang disusun secara artistik yang berisi pernyataan perasaan yang dialami
atau dibayangkan oleh penulisnya.
Dalam
makalah ini akan menganalisis puisi karya J.F.X. Hoery. J.F.X Hoery lahir di
Pacitan 7 Agustus 1945. Dia menulis semenjak duduk di bangku SMP Pacitan untuk
majalah Taman Putra yaitu majalah berbahasa Jawa untuk anak-anak yang
diterbitkan oleh majalah Panjebar Semangat,
Surabaya.
Pertama
menulis di majalah anak-anak TAMAN PUTRA dari Panjebar Semangat, sebagai ajang untuk latihan mengarang. Setelah
tulisannya ada yang dimuat di majalah Panjebar
Semangat, selanjutnya hampir hampir semua majalah yang terbit setelah tahun
1966, menerbitkan tulisannya, antaralain panjebar
Semangat, Jayabaya, Dharma Nyata, Dharma Kanda, Djaka Lodang, Cendrawasih,
Mekar Sari, Kumandang, Pustaka Candra, Parikesit. Tulisannya berupa cerkak,
cerbung, geguritan, crita rakyat, laporan/reportase, esai. Pernah juga menjadi
wartawan di Mekar Sari, Djaka Lodang dan Kumandang.
Penulis yang
melenceng dari disiplin ilmunya ini, karena dia lulusan STM mesin, hingga
sekarang sudah lebih dari 100 cerkak dan 300-an geguritan yang telah
dihasilkan. Selain menulis bahasa Jawa dia juga menulis bahasa Indonesia,
tulisannya pernah dimuat di Majalah Kuncung Jakarta, Arena Pelajar Jakarta,
Kuncup Surabaya, Buana Minggu Jakarta, Suara Merdeka Minggu semarang, Warta
Pertamina Jakarta, Suluh Marhaen dan pernah jadi wartawan Kedaulatan rakyat
Yogyakarta (1985-1989) dan wartawan Bernas (1991-2001). Buku cerita anak-anak,
Permaisuri Yang Cerdik dan Sosiawan-sosiawan Kecil (berbahasaIndonesia)
diterbitkan oleh PT Mandira Semarang.
Hijrah ke
Padangan, Bojonegoro di tahun 1963 dan menetap hinnga sekarang. Dalam jagad
sastra Jawa, aktif dalam sarasehan-sarasehan di Solo, Yogya, Semarang, Ungaran,
Blitar, Tulungagung, Surabaya dan lain-lain. Pada tahun 1982 bersamaan dengan
penulis Bojonegoromendirikan Paguyuban Sastra Jawa Bojonegoro (PSJB) yang masih
berdiri hingga sekarang, tahun 1984 bersamaan OPSJ mengadakan sarasehan
Jatidiri Sastra Daerah se Indonesia di Bojonegoro. Selain menjadi ketua PSJB
juga menjadi anggota Pleno Dewan Kesenian Bojonegoro, staf komisi sosial
(komsos) Keuskupan Surabaya wilayah kevikevan IV. Sekertaris VI Paroki Santo
Willibrordus Cepu, uga anggora PWI Jawa Tengah.
Penulis ini
juga masih sering menggunakan sebutan Cantrik Gunung Limo, Retna Yudhowati.
Kumpulan geguritan Pagelaran iki
merupakan kumpulan geguritan yang pertama. Antologi geguritan bersama
penulis-penulis lain, diantaranya Lintang
Abyor, kabar Saka Tlatah jati dan lain-lain
BAB II
LANDASAN TEORI
Untuk
memahami sebuah puisi, dibutuhkan analisis untuk menangkap maknanya secara
utuh, dalam hal ini ada beberapa analisis yang akan dipaparkan.
Sebuah
puisi merupakan kesatuan yang utuh, tidak cukup bila unsur-unsurnya dibicarakan
secara terpisah karena di dalam puisi itu terdapat norma-norma yang saling
berhubungan erat dan saling menentukan maknanya. Dengan analisis secara
menyeluruhlah maka makna puisi dapat ditangkap dan dipahami secara utuh.
Norma-norma
puisi atau unsur-unsur puisi terjalin secara erat atau berkoherensi secara padu.
Makna puisi ditentukan koherensi norma-norma atau unsur-unsur puisi. Untuk
memahami makna secara keseluruhan puisi dianalisis dengan menggunakan analisis
struktural.
1. Analisis
Struktural
Analisis
struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktural puisi itu
saling berhubungan erat, saling menentukan artinya.
Puisi
merupakan sebuah struktur yakni unsure-unsurnya bersistem dan saling
berhubungan timbal balik, bukan hanya kumpulan benda-benda yang berdiri sendiri
melainkan hal yang saling terikat, saling berkaitan dan saling bergantung. Di
dalamnya ada rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar yakni ide
kesatuan, ide transformasi (tidak statis), dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).
Strukturalisme
pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan
dengan tanggapan dan deskripsi struktur diatas. Kodrat tiap unsur dalam
struktur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan
oleh hubungannya dengan semua unsur lain yang terkandung dalam struktur itu
(Hawkes, 1978:17_18).
Karya
sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks, untuk memahaminya harus
dianalisis (Hill, 1966:6). Menurut T.S. Eliot, bahwa bila kritikus terlalu
memecah-mecah puisi dan tidak mengambil sikap yang dimaksudkan penyairnya
(yaitu sarana-sarana kepuitisan itu dimaksudkan untuk mendapatkan jaringan efek
puitis), maka kritikus cenderung mengosongkan arti puisi. Antara unsur-unsur
struktur puisi ada koherensi atau atau pertauan erat; unsure-unsur itu tidak
otonom, melainkan merupakan bagian dari situasi yang rumit dan dari hubungannya
dengan bagian lain, unsure-unsur itu tidak mendapat artinya (Culler,
1977:170-1).
2. Analisis
Semiotik
Selain
dengan analisis struktural, puisi juga perlu dianalisis dengan analisis
semiotic. Ini bertujuan untuk memahami makna, berusaha menangkap dan memberi
makna pada teks puisi tersebut karena karya sastra ini merupakan system tanda yang mepunyai makna
dan menggunakan medium bahasa.
Sebelum
digunakan dalam karya sastra, bahasa merupakan lambang yang mempunyai arti yang
ditentukan oleh perjanjian masyarakat (konvensi). Namun karya sastra disini
sudah memiliki sistem tanda yang lebih tinggi sehingga makna yang diharapkan
dari sebuah puisi bukan hanya arti bahasa melainkan arti bahasa dan suasana,
perasaan, intensitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris, pengertian
yang ditimbulkan tanda-tanda kebahasaan atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan
oleh konvensi sastra.
Selain
dengan analisis struktural dan semiotik, puisi juga dianalisis dengan analisis
latar sosial-budaya, untuk mendapatkan makna penuh dari sebuah puisi maka perlu
ditelusuri latar sosial-budaya puisi tersebut, yakni dengan melihat tempat puisi
itu dituliskan, sehingga dapat menangkap makna itu dengan penuh.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Analisis
KALI GIRINDULU
Kumricik tanpa wirama
Ing
mangsa ketiga
Kebak
panalangsa
Pereng
tebane pangarep
Dadi
kebukak tanpa elung
Mangsane
udan tumiba
Pecahing
kamurkan lubering kasangsayan
Tan
pinilih
Kabeh
katrejang
Gumuruh
campuh swara titir kenthong
Kenthir
kerem ing segara
Pupuhing
mangsa
Kari
cuwa lan panalangsa
Gemericik
air tanpa irama. Di musim kemarau. Penuh dengan kesedihan. Penuh dengan
pengharapan yang tinggi. Jadi terbuka tanpa henti. Musin hujan ahkirnya datang.
Pecahnya angkara murka dan meluapnya kebahagiaan. Yang terpilih, senua
ditrejang. Gemuruh bercampur suara lentongan. Gila karena tenggelam di samudra.
Di akhir musim. Yeng tertinggal hanya kecewa dan kesengsaraan.
PACITAN
Ing dhadhamu aku tumangsang
Wiwit
bayi cumenger ngelak katresnan
Kinudhang
mekaring jejibahan
Sanggan
ngrungkebi bumi kinasih
Nganti
wancine dina wis gumlewang
Tebane pangarep isih angrani
Pisungsungku kandheg ing pangangen
Kapan aku bisa nungkuli
Kaya kekudanganmu
Putra kang kuwawag ngrombak bumi
cengkar
Didadamu
aku bersandar, sedari bayi mengeluarkan suara dengan menangis dengan sayang.
Diberi motivasi dengan pennuh kasih sayang. Dengan kuali yang memenuhi kasih
bumi. Hingga tiba waktunya hari yang ditunggu. Pengharapan masih tetap kuat.
Doa yang slalu aku panjatkan pada Tuhan. Kapan aku bisa memenuhi keinginanmu.
Putra yang manantang karasnya hidup.
CIREBON
Ing kene sidane aku
kelayu
Tanganmu dakaras
Katresnan kang
daukir
Prasetya nalika
sikil jumangkah
Di sini aku
terbawa. Tanganmu ku gandeng. Gandengan ini sebuah pengharapan. Kasihsayang
yang terukir. Kesetiaan ketika kaki melangkah.
WADHUK LERAN
Pangarep mung
tumiba ing mangsa derep
Dhadha tuwa kang
ngliga panalangsa
Ing supit urang
tumiyun jati ngarang
Nini !!
Sliramu isih kober
mithesi gunem ing driji
Leran, alayune
panjangka
Leran,
lesung-lesung lagi didawung
Leran,
lumbung-lumbung isih suwung
Sumarah tumalawung
Pengharapan hanya
akan jatuh ketika musim pancaroba. Dada tua yang penuh kesengsaraan. Dalam
supit urang membuat hati berharap. Nini!! Anda masih sempat menites tutu di jari. Leran, kedukaan
panjang. Leran, lesung-lesung sedang dbuat. Leran, lumbung-lumbung masih
kosong. Menimbulkan kesengsaraan.
ALUN-ALUN
BOJONEGORO
Yen sunaring
rembulan ngancik lungging plamboyan
Bakul rondhe wiwit
nuthuki mangkoke
Ing tugu trip ana
guyu ngetung lintang
Ajak kencan
jethungan
Ngrangkul angin
wengi sesidheman
Lan nalika konang
ndhelik mburi mesjid
Tukang becak, kusir
dhokar lan
Bakul pindhang
Rame-rame nguras
banyu bengawa
Nujube nedya
mindhah pasar kewan
Banjur sapa sing
kelangan
Amarga ringin
kurung sakembaran kari dongenge
Ketika
sinar rembulan bertengger laksana bunga. Penjual ronde mulai membunyikan
mangkoknya. Di tugu trip ada tawa nenghitung bintang. Mengajak kencan bersama.
Merangkul angin malam dengan mesra. Dan ketika melongok lebelakang masjid.
Tukang becak, kusir dokar dan penjeal pindang.
Ramai-ramai menguras air bengawan. Keinginannya akan memindahkan pasar
hewan. Jadi siapa yang akan kehilangan? Karena pohon beringin kembarhanya
tinggal dongeng.
BAB
IV
SIMPULAN
Dari analisis yang telah disampaikan
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa isi dari puisi yang ditulis oleh J.F.X
Hoery menceritakan tentang kaadaan yang ada di sekelilingnya dan apa yang dia
rasakan. Puisi-puisi yang dihasilkan menggambarkan apa yang sedang dialami oleh
penulis secara pribadi maupun lingkungannya, selain itu juga
menceritakkankembali peristiwa yang pernah dialami penulis ketika menapak
tilasi suatu tempat.
Hal tersebut dikarenakan latar
belakang sang penulis seorang wartawan selain itu penulis juga seorang pendeta.
Jadi tulisan-tulisan yang dihasilkan bersifaf humanis, sosialis dan religius.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Darnawi, Susatyo. 1964. Pengantar Puisi
Djawa. Jakarta: P.N. Balai Pustaka
Wikipedia. 2009. J.F.X. Hoery . http://id.wikipedia.org/J._F._X._Hoery.
diunduh tanggal 20 Juni 2011.
LAMPIRAN
1. Lima
puisi dari J.F.X. Hoery
KALI GIRINDULU
Kumricik tanpa wirama
Ing
mangsa ketiga
Kebak
panalangsa
Pereng
tebane pangarep
Dadi
kebukak tanpa elung
Mangsane
udan tumiba
Pecahing
kamurkan lubering kasangsayan
Tan
pinilih
Kabeh
katrejang
Gumuruh
campuh swara titir kenthong
Kenthir
kerem ing segara
Pupuhing
mangsa
Kari
cuwa lan panalangsa
PACITAN
Ing dhadhamu aku tumangsang
Wiwit
bayi cumenger ngelak katresnan
Kinudhang
mekaring jejibahan
Sanggan
ngrungkebi bumi kinasih
Nganti
wancine dina wis gumlewang
Tebane pangarep isih angrani
Pisungsungku kandheg ing pangangen
Kapan aku bisa nungkuli
Kaya kekudanganmu
Putra kang kuwawag ngrombak bumi
cengkar
CIREBON
Ing kene sidane aku
kelayu
Tanganmu dakaras
Gegandhengan iki
pangarep
Katresnan kang
daukir
Prasetya nalika
sikil jumangkah
WADHUK LERAN
Pangarep mung
tumiba ing mangsa derep
Dhadha tuwa kang
ngliga panalangsa
Ing supit urang
tumiyun jati ngarang
Nini !!
Sliramu isih kober
mithesi gunem ing driji
Leran, alayune
panjangka
Leran,
lesung-lesung lagi didawung
Leran,
lumbung-lumbung isih suwung
Sumarah tumalawung
ALUN-ALUN
BOJONEGORO
Yen sunaring
rembulan ngancik lungging plamboyan
Bakul rondhe wiwit
nuthuki mangkoke
Ing tugu trip ana
guyu ngetung lintang
Ajak kencan
jethungan
Ngrangkul angin
wengi sesidheman
Lan nalika konang
ndhelik mburi mesjid
Tukang becak, kusir
dhokar lan
Bakul pindhang
Rame-rame nguras
banyu bengawa
Nujube nedya
mindhah pasar kewan
Banjur sapa sing
kelangan
Amarga ringin
kurung sakembaran kari dongenge
2. Lima
puisi karya sendiri
Damar
Kanginan
ngalor melu ngalor,
ngidul nunut ngidul
ngetan
mlayu ngetan, ngulon manut ngulon
mobat
mabit ora karuwan
karaya-raya
njagani urip
supaya ora mati keggawa
angin
kabeh daya ditokake
sanajan
wis kaya damar kanginan
mung kanggo ngudag
impen
lan angen-angen
ngubah
nasib kang sengsara
Elinga
Rasane kaya grojogan banyu mata
Ora gelem mandheg saka mataku
Pengin tak lalikake nanging ora kuwawa
Saben kelingan sipatmu
kang ora tau ngregani budine liyan
kabeh-kabeh mbok anggep luput
kabeh-kabeh mbok anggep remeh
durung dadi priyayi agung
nanging omongmu mbungbung
elinga, langit isih ana kang nandingi
elinga, uripmu bakal butuh ing liyan
G.E.G.E.R...!!!!
Geger...........!!!!
Kabeh - kabeh gawe geger
Perkara cilik dadi gedhe
Perkara gedhe malah kelungse
Budi kang luhur saya kageser
Lengser, kengser lan kalenter
Angkara saya mangratu
Becik katon ala
Ala dadi kaya suwarga
Kabeh wis melu molah-malih
Indonesia Jaya
ing
bumi iki aku lair
ing
bumi iki uga aku entuk panguripan
ing
kene negara kang sugih kabudayan
kang
kasohor ing manca saka budi luhure
kabeh
ana ing kene
gemah,
Ripah, Lohjinawi
iku
ora mung dadi semboyan
kari
kepriye bangsa bisa ngatur
supaya
adil lan makmur
ora
mung dadi pangangen-angen
Indonesia
Jaya
Pangeling
Subuh
Assholatukhoirum’minnannaum,,,,
Assholatukhoirum’minnannaum,,,,
Keprungu suwara Adzan
Subuh saka langgar
Suwarane wis tak apal
banget
Awit aku cilik nganti
gedhe
Mbah Sadran ora tau
telat nggugah wong Subuhan
Mbah Sadran pancen dudu
lulusan pondokan
Mbah Sadran mung tau
ngaji ing langgar
Nanging taat lan
sholehe ora kalah karo kyai
Matur nuwun Mbah Sadran
Jiwa muda masih memperthankan kearifan lokal,
BalasHapusJiwa muda masih memperthankan kearifan lokal,
BalasHapusterimakasih
BalasHapus