simple hijab

simple hijab
pulang dari kampus

Jumat, 04 Mei 2012

geguritan J.F.X HOERY



MELONGOK GORESAN TINTA J.F.X. HOERY
Disusun Memenuhi Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Pengkajian Puisi Jawa Modern
Dosen pengampu : Yusro Edy Nugroho



Oleh:
Ratna Titis Prayogi
2601409079
Rombel : 2



JURUSAN BAHASA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011




BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pengantar

Semenjak zaman dahulu kita telah mengenal puisi. Dalam budaya Jawa dikenal ada 2 jenis puisi, yaitu puisi Jawa tradisional dan puisi Jawa modern. Puisi Jawa tradisional sudah ada semenjak budaya hindu budha masuk ke tanah Jawa. Contoh puisi Jawa tradisional antaralain Kidung, puisi, serat, tasyawuf dll. Sementara itu puisi Jawa modern lebih kita kenal dengan nama Geguritan.
Sebelum membicarakan puisi lebih lanjut, ada beberapa definisi puisi dari beberapa ahli. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Seorang penyair akan memilih kata-kata yang tepat dan menyusun sebaik-baiknya, sehingga antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi dengan memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun sedemikian rupa sehingga yang menonjol adalah rangkaian bunyi yang merdu seperti musik dengan mempergunakan orkestra bunyi.
Wordsworth mempunyai gagasan puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur. Seorang penyair akan menuangkan apa yang dia rasakan dan ia bayangkan dalam sebuah puisi.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik. Sehingga puisi yang dihasilkan tidak hanya indah dari maknanya tetapi juga dari pemilihan dan struktur kata yang digunakan.
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa- peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari pendapat para ahli dapat kita simpulkan bahwa puisi adalah rangkaian kata-kata indah yang disusun secara artistik yang berisi pernyataan perasaan yang dialami atau dibayangkan oleh penulisnya.
Dalam makalah ini akan menganalisis puisi karya J.F.X. Hoery. J.F.X Hoery lahir di Pacitan 7 Agustus 1945. Dia menulis semenjak duduk di bangku SMP Pacitan untuk majalah Taman Putra yaitu majalah berbahasa Jawa untuk anak-anak yang diterbitkan oleh majalah Panjebar Semangat, Surabaya.
Pertama menulis di majalah anak-anak TAMAN PUTRA dari Panjebar Semangat, sebagai ajang untuk latihan mengarang. Setelah tulisannya ada yang dimuat di majalah Panjebar Semangat, selanjutnya hampir hampir semua majalah yang terbit setelah tahun 1966, menerbitkan tulisannya, antaralain panjebar Semangat, Jayabaya, Dharma Nyata, Dharma Kanda, Djaka Lodang, Cendrawasih, Mekar Sari, Kumandang, Pustaka Candra, Parikesit. Tulisannya berupa cerkak, cerbung, geguritan, crita rakyat, laporan/reportase, esai. Pernah juga menjadi wartawan di Mekar Sari, Djaka Lodang dan Kumandang.
Penulis yang melenceng dari disiplin ilmunya ini, karena dia lulusan STM mesin, hingga sekarang sudah lebih dari 100 cerkak dan 300-an geguritan yang telah dihasilkan. Selain menulis bahasa Jawa dia juga menulis bahasa Indonesia, tulisannya pernah dimuat di Majalah Kuncung Jakarta, Arena Pelajar Jakarta, Kuncup Surabaya, Buana Minggu Jakarta, Suara Merdeka Minggu semarang, Warta Pertamina Jakarta, Suluh Marhaen dan pernah jadi wartawan Kedaulatan rakyat Yogyakarta (1985-1989) dan wartawan Bernas (1991-2001). Buku cerita anak-anak, Permaisuri Yang Cerdik dan Sosiawan-sosiawan Kecil (berbahasaIndonesia) diterbitkan oleh PT Mandira Semarang.
Hijrah ke Padangan, Bojonegoro di tahun 1963 dan menetap hinnga sekarang. Dalam jagad sastra Jawa, aktif dalam sarasehan-sarasehan di Solo, Yogya, Semarang, Ungaran, Blitar, Tulungagung, Surabaya dan lain-lain. Pada tahun 1982 bersamaan dengan penulis Bojonegoromendirikan Paguyuban Sastra Jawa Bojonegoro (PSJB) yang masih berdiri hingga sekarang, tahun 1984 bersamaan OPSJ mengadakan sarasehan Jatidiri Sastra Daerah se Indonesia di Bojonegoro. Selain menjadi ketua PSJB juga menjadi anggota Pleno Dewan Kesenian Bojonegoro, staf komisi sosial (komsos) Keuskupan Surabaya wilayah kevikevan IV. Sekertaris VI Paroki Santo Willibrordus Cepu, uga anggora PWI Jawa Tengah.
Penulis ini juga masih sering menggunakan sebutan Cantrik Gunung Limo, Retna Yudhowati. Kumpulan geguritan Pagelaran iki merupakan kumpulan geguritan yang pertama. Antologi geguritan bersama penulis-penulis lain, diantaranya Lintang Abyor, kabar Saka Tlatah jati dan lain-lain


 

BAB II
LANDASAN TEORI

Untuk memahami sebuah puisi, dibutuhkan analisis untuk menangkap maknanya secara utuh, dalam hal ini ada beberapa analisis yang akan dipaparkan.
Sebuah puisi merupakan kesatuan yang utuh, tidak cukup bila unsur-unsurnya dibicarakan secara terpisah karena di dalam puisi itu terdapat norma-norma yang saling berhubungan erat dan saling menentukan maknanya. Dengan analisis secara menyeluruhlah maka makna puisi dapat ditangkap dan dipahami secara utuh.
Norma-norma puisi atau unsur-unsur puisi terjalin secara erat atau berkoherensi secara padu. Makna puisi ditentukan koherensi norma-norma atau unsur-unsur puisi. Untuk memahami makna secara keseluruhan puisi dianalisis dengan menggunakan analisis struktural.

1.      Analisis Struktural
Analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktural puisi itu saling berhubungan erat, saling menentukan artinya.
Puisi merupakan sebuah struktur yakni unsure-unsurnya bersistem dan saling berhubungan timbal balik, bukan hanya kumpulan benda-benda yang berdiri sendiri melainkan hal yang saling terikat, saling berkaitan dan saling bergantung. Di dalamnya ada rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar yakni ide kesatuan, ide transformasi (tidak statis), dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).
Strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur diatas. Kodrat tiap unsur dalam struktur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lain yang terkandung dalam struktur itu (Hawkes, 1978:17_18).
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks, untuk memahaminya harus dianalisis (Hill, 1966:6). Menurut T.S. Eliot, bahwa bila kritikus terlalu memecah-mecah puisi dan tidak mengambil sikap yang dimaksudkan penyairnya (yaitu sarana-sarana kepuitisan itu dimaksudkan untuk mendapatkan jaringan efek puitis), maka kritikus cenderung mengosongkan arti puisi. Antara unsur-unsur struktur puisi ada koherensi atau atau pertauan erat; unsure-unsur itu tidak otonom, melainkan merupakan bagian dari situasi yang rumit dan dari hubungannya dengan bagian lain, unsure-unsur itu tidak mendapat artinya (Culler, 1977:170-1).

2.      Analisis Semiotik
Selain dengan analisis struktural, puisi juga perlu dianalisis dengan analisis semiotic. Ini bertujuan untuk memahami makna, berusaha menangkap dan memberi makna pada teks puisi tersebut karena karya sastra ini  merupakan system tanda yang mepunyai makna dan menggunakan medium bahasa.
Sebelum digunakan dalam karya sastra, bahasa merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (konvensi). Namun karya sastra disini sudah memiliki sistem tanda yang lebih tinggi sehingga makna yang diharapkan dari sebuah puisi bukan hanya arti bahasa melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris, pengertian yang ditimbulkan tanda-tanda kebahasaan atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan oleh konvensi sastra.
Selain dengan analisis struktural dan semiotik, puisi juga dianalisis dengan analisis latar sosial-budaya, untuk mendapatkan makna penuh dari sebuah puisi maka perlu ditelusuri latar sosial-budaya puisi tersebut, yakni dengan melihat tempat puisi itu dituliskan, sehingga dapat menangkap makna itu dengan penuh.








BAB III
PEMBAHASAN
1.      Analisis

KALI GIRINDULU
Kumricik tanpa wirama
                                    Ing mangsa ketiga
                                    Kebak panalangsa
                                    Pereng tebane pangarep
                                    Dadi kebukak tanpa elung

                                    Mangsane udan tumiba
                                    Pecahing kamurkan lubering kasangsayan
                                    Tan pinilih
                                    Kabeh katrejang
                                    Gumuruh campuh swara titir kenthong
                                    Kenthir kerem ing segara
                                    Pupuhing mangsa
                                    Kari cuwa lan panalangsa
           
            Gemericik air tanpa irama. Di musim kemarau. Penuh dengan kesedihan. Penuh dengan pengharapan yang tinggi. Jadi terbuka tanpa henti. Musin hujan ahkirnya datang. Pecahnya angkara murka dan meluapnya kebahagiaan. Yang terpilih, senua ditrejang. Gemuruh bercampur suara lentongan. Gila karena tenggelam di samudra. Di akhir musim. Yeng tertinggal hanya kecewa dan kesengsaraan.


PACITAN
                                                Ing dhadhamu aku tumangsang
                                    Wiwit bayi cumenger ngelak katresnan
                                    Kinudhang mekaring jejibahan
                                    Sanggan ngrungkebi bumi kinasih
                                    Nganti wancine dina wis gumlewang
Tebane pangarep isih angrani
Pisungsungku kandheg ing pangangen
Kapan aku bisa nungkuli
Kaya kekudanganmu
Putra kang kuwawag ngrombak bumi cengkar

            Didadamu aku bersandar, sedari bayi mengeluarkan suara dengan menangis dengan sayang. Diberi motivasi dengan pennuh kasih sayang. Dengan kuali yang memenuhi kasih bumi. Hingga tiba waktunya hari yang ditunggu. Pengharapan masih tetap kuat. Doa yang slalu aku panjatkan pada Tuhan. Kapan aku bisa memenuhi keinginanmu. Putra yang manantang karasnya hidup.

CIREBON

Ing kene sidane aku kelayu
Tanganmu dakaras
Gegandhengan iki pangarep
Katresnan kang daukir
Prasetya nalika sikil jumangkah
           
Di sini aku terbawa. Tanganmu ku gandeng. Gandengan ini sebuah pengharapan. Kasihsayang yang terukir. Kesetiaan ketika kaki melangkah.


WADHUK LERAN

Pangarep mung tumiba ing mangsa derep
Dhadha tuwa kang ngliga panalangsa
Ing supit urang tumiyun jati ngarang
Nini !!
Sliramu isih kober mithesi gunem ing driji
Leran, alayune panjangka
Leran, lesung-lesung lagi didawung
Leran, lumbung-lumbung isih suwung
Sumarah tumalawung
           
Pengharapan hanya akan jatuh ketika musim pancaroba. Dada tua yang penuh kesengsaraan. Dalam supit urang membuat hati berharap. Nini!! Anda masih sempat  menites tutu di jari. Leran, kedukaan panjang. Leran, lesung-lesung sedang dbuat. Leran, lumbung-lumbung masih kosong. Menimbulkan kesengsaraan.


ALUN-ALUN BOJONEGORO
Yen sunaring rembulan ngancik lungging plamboyan
Bakul rondhe wiwit nuthuki mangkoke
Ing tugu trip ana guyu ngetung lintang
Ajak kencan jethungan
Ngrangkul angin wengi sesidheman
Lan nalika konang ndhelik mburi mesjid
Tukang becak, kusir dhokar lan
Bakul pindhang
Rame-rame nguras banyu bengawa
Nujube nedya mindhah pasar kewan
Banjur sapa sing kelangan
Amarga ringin kurung sakembaran kari dongenge

Ketika sinar rembulan bertengger laksana bunga. Penjual ronde mulai membunyikan mangkoknya. Di tugu trip ada tawa nenghitung bintang. Mengajak kencan bersama. Merangkul angin malam dengan mesra. Dan ketika melongok lebelakang masjid. Tukang becak, kusir dokar dan penjeal pindang.  Ramai-ramai menguras air bengawan. Keinginannya akan memindahkan pasar hewan. Jadi siapa yang akan kehilangan? Karena pohon beringin kembarhanya tinggal dongeng.










BAB IV
SIMPULAN
                       
            Dari analisis yang telah disampaikan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa isi dari puisi yang ditulis oleh J.F.X Hoery menceritakan tentang kaadaan yang ada di sekelilingnya dan apa yang dia rasakan. Puisi-puisi yang dihasilkan menggambarkan apa yang sedang dialami oleh penulis secara pribadi maupun lingkungannya, selain itu juga menceritakkankembali peristiwa yang pernah dialami penulis ketika menapak tilasi suatu tempat.
            Hal tersebut dikarenakan latar belakang sang penulis seorang wartawan selain itu penulis juga seorang pendeta. Jadi tulisan-tulisan yang dihasilkan bersifaf humanis, sosialis dan religius.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Darnawi, Susatyo. 1964. Pengantar Puisi Djawa. Jakarta: P.N. Balai Pustaka
Wikipedia. 2009. J.F.X. Hoery . http://id.wikipedia.org/J._F._X._Hoery. diunduh tanggal 20 Juni 2011.






LAMPIRAN
1.      Lima puisi dari J.F.X. Hoery

KALI GIRINDULU
Kumricik tanpa wirama
                                    Ing mangsa ketiga
                                    Kebak panalangsa
                                    Pereng tebane pangarep
                                    Dadi kebukak tanpa elung

                                    Mangsane udan tumiba
                                    Pecahing kamurkan lubering kasangsayan
                                    Tan pinilih
                                    Kabeh katrejang
                                    Gumuruh campuh swara titir kenthong
                                    Kenthir kerem ing segara
                                    Pupuhing mangsa
                                    Kari cuwa lan panalangsa

PACITAN
                                                Ing dhadhamu aku tumangsang
                                    Wiwit bayi cumenger ngelak katresnan
                                    Kinudhang mekaring jejibahan
                                    Sanggan ngrungkebi bumi kinasih
                                    Nganti wancine dina wis gumlewang
Tebane pangarep isih angrani
Pisungsungku kandheg ing pangangen
Kapan aku bisa nungkuli
Kaya kekudanganmu
Putra kang kuwawag ngrombak bumi cengkar




CIREBON

Ing kene sidane aku kelayu
Tanganmu dakaras
Gegandhengan iki pangarep
Katresnan kang daukir
Prasetya nalika sikil jumangkah



WADHUK LERAN

Pangarep mung tumiba ing mangsa derep
Dhadha tuwa kang ngliga panalangsa
Ing supit urang tumiyun jati ngarang
Nini !!
Sliramu isih kober mithesi gunem ing driji
Leran, alayune panjangka
Leran, lesung-lesung lagi didawung
Leran, lumbung-lumbung isih suwung
Sumarah tumalawung


ALUN-ALUN BOJONEGORO
Yen sunaring rembulan ngancik lungging plamboyan
Bakul rondhe wiwit nuthuki mangkoke
Ing tugu trip ana guyu ngetung lintang
Ajak kencan jethungan
Ngrangkul angin wengi sesidheman
Lan nalika konang ndhelik mburi mesjid
Tukang becak, kusir dhokar lan
Bakul pindhang
Rame-rame nguras banyu bengawa
Nujube nedya mindhah pasar kewan
Banjur sapa sing kelangan
Amarga ringin kurung sakembaran kari dongenge


2.      Lima puisi karya sendiri

Damar Kanginan

ngalor melu ngalor, ngidul nunut ngidul
ngetan mlayu ngetan, ngulon manut ngulon
mobat mabit ora karuwan
karaya-raya njagani urip
supaya ora mati keggawa angin
kabeh daya ditokake
sanajan wis kaya damar kanginan
mung kanggo ngudag
impen lan angen-angen
ngubah nasib kang sengsara


Elinga

Rasane kaya grojogan banyu mata
Ora gelem mandheg saka mataku
Pengin tak lalikake nanging ora kuwawa
Saben kelingan sipatmu
kang ora tau ngregani budine liyan
kabeh-kabeh mbok anggep luput
kabeh-kabeh mbok anggep remeh
durung dadi priyayi agung
nanging omongmu mbungbung
elinga, langit isih ana kang nandingi
elinga, uripmu bakal butuh ing liyan

G.E.G.E.R...!!!!
Geger...........!!!!
Kabeh -  kabeh gawe geger
Perkara cilik dadi gedhe
Perkara gedhe malah kelungse
Budi kang luhur saya kageser
Lengser, kengser lan kalenter
Angkara saya mangratu
Becik katon ala
Ala dadi kaya suwarga
Kabeh wis melu molah-malih

Indonesia Jaya

ing bumi iki aku lair
ing bumi iki uga aku entuk panguripan
ing kene negara kang sugih kabudayan
kang kasohor ing manca saka budi luhure
kabeh ana ing kene
gemah, Ripah, Lohjinawi
iku ora mung dadi semboyan
kari kepriye bangsa bisa ngatur
supaya adil lan makmur
ora mung dadi pangangen-angen
Indonesia Jaya




Pangeling Subuh
Assholatukhoirum’minnannaum,,,,
Assholatukhoirum’minnannaum,,,,
Keprungu suwara Adzan Subuh saka langgar
Suwarane wis tak apal banget
Awit aku cilik nganti gedhe
Mbah Sadran ora tau telat nggugah wong Subuhan
Mbah Sadran pancen dudu lulusan pondokan
Mbah Sadran mung tau ngaji ing langgar
Nanging taat lan sholehe ora kalah karo kyai
Matur nuwun Mbah Sadran

3 komentar: